Jakarta (ANTARA News) - Mahasiswi Institut Teknologi dan Sains Bandung (ITSB), Giasa Lutfiah, berhasil merancang sepeda tenaga surya yang ramah lingkungan.
"Sepeda bertenaga surya ini dirancang tidak saja dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, tapi juga dari sisi kenyamanan pengendaranya," ujar Giasa saat jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan pemilihan bahan, rancang bangun berikut kelayakan produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Aspek-aspek tersebut sangat penting untuk mendapatkan sebuah produk yang fungsional, penampilannya yang trendi dan ekonomis.
Berbeda dengan sepeda pada umumnya, sepeda tenaga surya rancangan Giasa tidak menggunakan pedal serta rantai, namun lebih menyerupai "autopad" atau otopet.
Sepeda yang dikembangkan Giasa merupakan tugas akhir perkuliahannya di Program Studi Desain Produk Industri, ITSB, Bekasi itu. Energi penggeraknya berasal dari baterai yang terhubung ke motor yang terletak di as roda belakang.
Penempatan baterei di bagian bawah sepeda, sekaligus berfungsi sebagai pijakan kaki pengendara membuat penampilan sepeda bernuansa warna putih dan hijau ini tetap cantik dan lebih ramping.
"Saat baterei habis, penggunanya mengoperasikan layaknya otopet," kata dia.
Giasa mengungkapkan sepeda itu terinspirasi dari kegemarannya bersepeda, dan melihat jika sepeda dapat menjadi wahana transpotasi alternatif bagi para mahasiswa ITSB seperti dirinya.
"Berdasarkan hasil survei dan penyebaran kuesioner, para mahasiswa ITSB rata-rata membutuhkan waktu hingga sekitar dua jam dari tempat tinggal mereka ke kampus, dengan jarak tempuh sekitar 40 km. Jarak tersebut cukup jauh bila harus ditempuh dengan sepeda konvensional, namun menjadi masalah saat harus ditempuh memakai mobil atau sepeda motor. Kemudian dikaitkan dengan upaya menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan," terang dia tentang latar belakang perancangan sepeda yang dinamakannya Energy Bike.
Panel surya yang menjadi sumber utama energi berada di bagian depan. Uji coba yang dilakukan mencatat sepeda ini mampu mencapai kecepatan hingga 20 kilometer/jam dengan beban hingga seberat 100 kilogram, atau setara seorang dewasa yang membawa serta seorang anak kecil. Artinya, dalam penggunaan maksimal, sepeda ini bisa dikendarai selama sekitar dua jam menempuh jarak sejauh 40 km sebelum dua buah batere berdaya 20 volt yang ada disana harus kembali diisi ulang. Caranya dengan membiarkan panel surya yang ada terjemur di bawah sinar matahari hingga lima jam.
Sepeda itu merupakan hasil riset Giasa selama setahun. Giasa berkeinginan pengembangan dapat terus berlanjut, baik dari sisi teknologi panel surya terkini yang lebih efisien, dan tentu saja eksplorasi desain yang lebih baik lagi.
"Ke depan kami berencana agar panel yang dipakai justru menyesuaikan dengan desain sepeda, sehingga Energy Bike dapat diproduksi secara massal," kata dia.
"Sepeda bertenaga surya ini dirancang tidak saja dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, tapi juga dari sisi kenyamanan pengendaranya," ujar Giasa saat jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan pemilihan bahan, rancang bangun berikut kelayakan produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Aspek-aspek tersebut sangat penting untuk mendapatkan sebuah produk yang fungsional, penampilannya yang trendi dan ekonomis.
Berbeda dengan sepeda pada umumnya, sepeda tenaga surya rancangan Giasa tidak menggunakan pedal serta rantai, namun lebih menyerupai "autopad" atau otopet.
Sepeda yang dikembangkan Giasa merupakan tugas akhir perkuliahannya di Program Studi Desain Produk Industri, ITSB, Bekasi itu. Energi penggeraknya berasal dari baterai yang terhubung ke motor yang terletak di as roda belakang.
Penempatan baterei di bagian bawah sepeda, sekaligus berfungsi sebagai pijakan kaki pengendara membuat penampilan sepeda bernuansa warna putih dan hijau ini tetap cantik dan lebih ramping.
"Saat baterei habis, penggunanya mengoperasikan layaknya otopet," kata dia.
Giasa mengungkapkan sepeda itu terinspirasi dari kegemarannya bersepeda, dan melihat jika sepeda dapat menjadi wahana transpotasi alternatif bagi para mahasiswa ITSB seperti dirinya.
"Berdasarkan hasil survei dan penyebaran kuesioner, para mahasiswa ITSB rata-rata membutuhkan waktu hingga sekitar dua jam dari tempat tinggal mereka ke kampus, dengan jarak tempuh sekitar 40 km. Jarak tersebut cukup jauh bila harus ditempuh dengan sepeda konvensional, namun menjadi masalah saat harus ditempuh memakai mobil atau sepeda motor. Kemudian dikaitkan dengan upaya menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan," terang dia tentang latar belakang perancangan sepeda yang dinamakannya Energy Bike.
Panel surya yang menjadi sumber utama energi berada di bagian depan. Uji coba yang dilakukan mencatat sepeda ini mampu mencapai kecepatan hingga 20 kilometer/jam dengan beban hingga seberat 100 kilogram, atau setara seorang dewasa yang membawa serta seorang anak kecil. Artinya, dalam penggunaan maksimal, sepeda ini bisa dikendarai selama sekitar dua jam menempuh jarak sejauh 40 km sebelum dua buah batere berdaya 20 volt yang ada disana harus kembali diisi ulang. Caranya dengan membiarkan panel surya yang ada terjemur di bawah sinar matahari hingga lima jam.
Sepeda itu merupakan hasil riset Giasa selama setahun. Giasa berkeinginan pengembangan dapat terus berlanjut, baik dari sisi teknologi panel surya terkini yang lebih efisien, dan tentu saja eksplorasi desain yang lebih baik lagi.
"Ke depan kami berencana agar panel yang dipakai justru menyesuaikan dengan desain sepeda, sehingga Energy Bike dapat diproduksi secara massal," kata dia.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2015
0 comments:
Post a Comment