Bandung (Antaranews Jabar) - Masyarakat peduli lingkungan memanfaatkan limbah cair tempe menjadi gas dan pupuk yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat di Kampung Astanahilir, Gordah, Kelurahan Jayawaras, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Semua limbah dari industri tempe di sini kita manfaatkan," kata Ketua Yayasan Paragita sekaligus inisiator program pengelolaan limbah tempe Gita Noorwardani di Garut, Rabu.
Ia menuturkan, program pengelolaan limbah tempe tersebut bekerja sama dengan PT PLN yang memiliki kepeduliaan terhadap lingkungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Gita mengungkapkan, kerja samanya dengan PLN itu merupakan harapan besar untuk memanfaatkan limbah industri tempe menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak mencemari lingkungan.
"Saya hanya bisa berharap, sesuai dengan kemampuan saya sendiri, dengan adanya PLN melalui porgram CSRnya saya terbantu untuk bisa mengangkat potensi masyarakat yang ada ini," katanya.
Ia menyampaikan, limbah cair tempe tersebut diolah dengan menggunakan biodigester sehingga menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan kembali oleh warga sebagai sumber energi terbarukan, selain itu limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian dan perebusan kedelai mempunyai karakteristik bahan organik sangat tinggi.
Kampung Astanahilir, kata dia, merupakan sentra industri tempe dengan kapasitas produksi mencapai 4 kwintal, dan menghabiskan 1,5 meter per kubik kayu untuk bahan bakar setiap harinya, dan menghasilkan limbah cair sebanyak 1.600 liter per hari yang selama ini dibuang ke sungai.
"Limbah tersebut bila didiamkan di sungai atau saluran pembuangan akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Akhirnya kita berpikir kenapa tidak kita buat biogas saja sehingga menjadi sumber energi terbarukan bagi warga," katanya.
Ia berharap, program pemanfaatan limbah tersebut tidak hanya dilakukan di satu tempat, tetapi seluruh kawasan industri tempe sehingga dapat mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
"Kami harap ini tidak putus di sini, sebetulnya ini program berlanjut ke daerah lainnya," katanya.
"Semua limbah dari industri tempe di sini kita manfaatkan," kata Ketua Yayasan Paragita sekaligus inisiator program pengelolaan limbah tempe Gita Noorwardani di Garut, Rabu.
Ia menuturkan, program pengelolaan limbah tempe tersebut bekerja sama dengan PT PLN yang memiliki kepeduliaan terhadap lingkungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Gita mengungkapkan, kerja samanya dengan PLN itu merupakan harapan besar untuk memanfaatkan limbah industri tempe menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak mencemari lingkungan.
"Saya hanya bisa berharap, sesuai dengan kemampuan saya sendiri, dengan adanya PLN melalui porgram CSRnya saya terbantu untuk bisa mengangkat potensi masyarakat yang ada ini," katanya.
Ia menyampaikan, limbah cair tempe tersebut diolah dengan menggunakan biodigester sehingga menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan kembali oleh warga sebagai sumber energi terbarukan, selain itu limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian dan perebusan kedelai mempunyai karakteristik bahan organik sangat tinggi.
Kampung Astanahilir, kata dia, merupakan sentra industri tempe dengan kapasitas produksi mencapai 4 kwintal, dan menghabiskan 1,5 meter per kubik kayu untuk bahan bakar setiap harinya, dan menghasilkan limbah cair sebanyak 1.600 liter per hari yang selama ini dibuang ke sungai.
"Limbah tersebut bila didiamkan di sungai atau saluran pembuangan akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Akhirnya kita berpikir kenapa tidak kita buat biogas saja sehingga menjadi sumber energi terbarukan bagi warga," katanya.
Ia berharap, program pemanfaatan limbah tersebut tidak hanya dilakukan di satu tempat, tetapi seluruh kawasan industri tempe sehingga dapat mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
"Kami harap ini tidak putus di sini, sebetulnya ini program berlanjut ke daerah lainnya," katanya.
0 comments:
Post a Comment