Surabaya (ANTARA News) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya akan memiliki profesor perempuan pertama pada pendidikan teknik fisika di Indonesia yakni Prof Dr Ir Aulia Siti Aisjah MT.
"Saya menggeluti bidang pengendalian kelautan sejak 2004, sehingga hampir semua penelitian dan paper yang saya buat tentang kelautan (maritim)," jelas guru besar ke-2 di Jurusan Teknik Fisika ITS ini di Rektorat ITS Surabaya, Jumat.
Saat ini, Aulia sedang fokus pada tiga topik penelitian yakni penelitian tentang Buoy Weather. Alat ini memungkinkan nelayan memperoleh informasi tentang cuaca laut secara real time melalui SMS.
"Selama ini sudah ada penelitian tapi berbasis aplikasi dan website, sehingga tidak semua nelayan bisa menggunakannya," ujar Aulia yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Mutu, Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual (LPMP2KI) ITS.
Aulia yang tergabung dalam tim Konsorsium Kapal Perang Nasional ini pun turut andil dalam mengembangkan sistem kendali kapal perang Indonesia. Bersama seorang rekannya, ia juga sedang merancang semua perangkat lunak auto-pilot untuk kapal-kapal buatan Indonesia yang diberi nama Monitoring and Control Sea Transportation (MCST).
"MCST akan sangat berguna bagi kapal yang menempuh jarak jauh. Selain itu, bisa juga untuk menggantikan peran kapal pandu karena adanya automatic identification system yang mengirim informasi posisi kapal secara real time ke darat," ujar perempuan yang menempuh jenjang S1-S3 di ITS ini.
Selain Aulia, ada Prof Kuswandi yang diangkat sebagai profesor ke-14 di Jurusan Teknik Kimia ITS. Dalam orasi ilmiahnya, Kuswandi akan menyampaikan tentang Aplikasi Kesetimbangan Fase Dalam Berbagai Satuan Operasi Teknik Kimia.
"Saya mengembangkan penelitian ini selama tiga tahun sejak 1997, kala menempuh pendidikan S2 dan S3 di Prancis," jelasnya.
Menurut Kuswandi, penelitiannya merupakan metode baru untuk menyeimbangkan fase guna meningkatkan kemurnian zat. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisa untuk merancang alat yang dibutuhkan oleh dunia industri.
Dibandingkan dengan metode lain, lanjut Kuswandi, metode hasil penelitiannya tersebut dapat meningkatkan kemurnian zat lebih tinggi. Tak heran, metodenya sudah kerap diaplikasikan di berbagai sektor industri. "Beberapa di antaranya adalah pada industri gas alam dan minyak astiri," ujarnya.
Sementara itu, Prof Muhammad Sigit akan dikukuhkan sebagai salah satu guru besar dalam bidang ilmu struktur beton. Dosen Jurusan Diploma Teknik Sipil ITS ini juga sedang disibukkan dengan penelitian mengenai masalah struktur beton bertulang di air laut.
Ia pun menawarkan beton geopolimer sebagai solusi mengatasi masalah korosi beton di air laut. "Selama ini beton yang dibuat dari semen dengan proses hidrasi umumnya mudah retak sehingga mengakibatkan zat penyebab korosi lebih cepat masuk, sedangkan beton geopolimer dibuat dengan proses polimerisasi menggunakan abu terbang (fly ash, red), yakni limbah industri pembangkit listrik," tuturnya.
Namun, di Indonesia, abu terbang saat ini masih dikategorikan sebagai limbah. Sigit pun mengaku sedang berusaha untuk mengusulkan kepada pemerintah agar menghapus peraturan tersebut. Selain itu, Sigit juga sedang mengembangkan penelitian untuk mengatasi kendala waktu pengikatan abu terbang yang sebentar.
"Tak heran, saat ini penelitian hanya bisa dilakukan dalam skala laboratorium dan belum bisa dibuat massal," pungkas Sigit.
Ketiganya dikukuhkan sebagai guru besar ITS ke-113, 114, dan 115 pada 7 September 2016 di Graha Sepuluh Nopember ITS.
"Saya menggeluti bidang pengendalian kelautan sejak 2004, sehingga hampir semua penelitian dan paper yang saya buat tentang kelautan (maritim)," jelas guru besar ke-2 di Jurusan Teknik Fisika ITS ini di Rektorat ITS Surabaya, Jumat.
Saat ini, Aulia sedang fokus pada tiga topik penelitian yakni penelitian tentang Buoy Weather. Alat ini memungkinkan nelayan memperoleh informasi tentang cuaca laut secara real time melalui SMS.
"Selama ini sudah ada penelitian tapi berbasis aplikasi dan website, sehingga tidak semua nelayan bisa menggunakannya," ujar Aulia yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Mutu, Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual (LPMP2KI) ITS.
Aulia yang tergabung dalam tim Konsorsium Kapal Perang Nasional ini pun turut andil dalam mengembangkan sistem kendali kapal perang Indonesia. Bersama seorang rekannya, ia juga sedang merancang semua perangkat lunak auto-pilot untuk kapal-kapal buatan Indonesia yang diberi nama Monitoring and Control Sea Transportation (MCST).
"MCST akan sangat berguna bagi kapal yang menempuh jarak jauh. Selain itu, bisa juga untuk menggantikan peran kapal pandu karena adanya automatic identification system yang mengirim informasi posisi kapal secara real time ke darat," ujar perempuan yang menempuh jenjang S1-S3 di ITS ini.
Selain Aulia, ada Prof Kuswandi yang diangkat sebagai profesor ke-14 di Jurusan Teknik Kimia ITS. Dalam orasi ilmiahnya, Kuswandi akan menyampaikan tentang Aplikasi Kesetimbangan Fase Dalam Berbagai Satuan Operasi Teknik Kimia.
"Saya mengembangkan penelitian ini selama tiga tahun sejak 1997, kala menempuh pendidikan S2 dan S3 di Prancis," jelasnya.
Menurut Kuswandi, penelitiannya merupakan metode baru untuk menyeimbangkan fase guna meningkatkan kemurnian zat. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisa untuk merancang alat yang dibutuhkan oleh dunia industri.
Dibandingkan dengan metode lain, lanjut Kuswandi, metode hasil penelitiannya tersebut dapat meningkatkan kemurnian zat lebih tinggi. Tak heran, metodenya sudah kerap diaplikasikan di berbagai sektor industri. "Beberapa di antaranya adalah pada industri gas alam dan minyak astiri," ujarnya.
Sementara itu, Prof Muhammad Sigit akan dikukuhkan sebagai salah satu guru besar dalam bidang ilmu struktur beton. Dosen Jurusan Diploma Teknik Sipil ITS ini juga sedang disibukkan dengan penelitian mengenai masalah struktur beton bertulang di air laut.
Ia pun menawarkan beton geopolimer sebagai solusi mengatasi masalah korosi beton di air laut. "Selama ini beton yang dibuat dari semen dengan proses hidrasi umumnya mudah retak sehingga mengakibatkan zat penyebab korosi lebih cepat masuk, sedangkan beton geopolimer dibuat dengan proses polimerisasi menggunakan abu terbang (fly ash, red), yakni limbah industri pembangkit listrik," tuturnya.
Namun, di Indonesia, abu terbang saat ini masih dikategorikan sebagai limbah. Sigit pun mengaku sedang berusaha untuk mengusulkan kepada pemerintah agar menghapus peraturan tersebut. Selain itu, Sigit juga sedang mengembangkan penelitian untuk mengatasi kendala waktu pengikatan abu terbang yang sebentar.
"Tak heran, saat ini penelitian hanya bisa dilakukan dalam skala laboratorium dan belum bisa dibuat massal," pungkas Sigit.
Ketiganya dikukuhkan sebagai guru besar ITS ke-113, 114, dan 115 pada 7 September 2016 di Graha Sepuluh Nopember ITS.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment