Solo (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir menegaskan bahwa 2016 merupakan tahun dimulainya gerakan inovasi anak negeri, yang menjadi era tumbuhnya kesadaran dan kebangkitan inovasi anak bangsa.
"Saya mengimbau agar ke depan seluruh kekompakan iptek baik lembaga litbang, perguruan tinggi, industri, peneliti, dunia usaha dan masyarakat memiliki komitmen bersama untuk memajukan dan mengakselerasikan kapasitas ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi sebagai upaya kita untuk mewujudkan kemandirian dan daya saing anak bangsa," kata Menristekdikti pada puncak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-21 di Gelanggang Bung Karno, Stadion Manahan Solo, Rabu.
Ia mengatakan menguasai iptek adalah suatu keniscayaan untuk bisa bersaing dan sejajar dengan bangsa lain. Keyakinannya itu harus diikuti dengan langkah nyata berupa kebijakan, program, dan kegiatan untuk mendukung dan mengembangkan inovasi dalam suatu Sistem Inovasi Nasional maupun Sistem Inovasi Daerah.
"Saat ini kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kawasan ini menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi, di mana aliran barang, jasa, dan investasi bergerak bebas sesuai konvensi ASEAN," katanya.
Maka, menurut dia, keunggulan komparatif dan kompetitif sangat menentukan mampu tidaknya memenangkan persaingan antar negara ASEAN.
Kondisi saat ini menunjukkan daya saing Indonesia berdasarkan World Economic Forum (WEF) 2015-2016 berada di peringkat 37 dari 140 negara. Indonesia tertinggal dari Singapura yang berada di posisi dua, Malaysia di posisi 18, Thailand di posisi 32.
Menristekdikti mengatakan tiga dari 12 pilar yang menjadi indikator mengukur daya saing bangsa, terkait iptek dan pendidikan tinggi yang harus terus ditingkatkan yaitu pendidikan tinggi dan training, kesiapan teknologi, dan inovasi yang masing-masing berada di posisi 65, 85, dan 30.
Indonesia, lanjutnya, sudah masuk dalam tahapan "efficiency driven" yang diharapkan bisa masuk dalam kategori negara "innovation driven". Menurut dia, hal tersebut tidak mustahil bagi Indonesia karena prasyarat untuk menjadi negara dengan kekuatan besar dalam perekonomian dunia sudah dimiliki.
Kemristekdikti berupaya menginisiasi dan menelurkan kebijakan yang menjadi peta jalan penguatan inovasi nasional untuk meningkatkan tenaga terdidik, terampil dan berpendidikan tinggi, kualitas pendidikan tinggi dan lembaga litbang, sumber daya litbang dan mutu pendidikan tinggi, produktivitas penelitian dan pengembangan, serta meningkatkan inovasi bangsa.
Salah satu kebijakan yang sudah keluar adalah Permenkeu Nomor 106/PMK.2/2016 di mana penggunaan anggaran riset berorientasi kepada hasil akhir. Kebijakan ini, katanya, memungkinkan para peneliti lebih bergairah dan fokus melakukan aktivitas riset karena tidak dijejali dengan persyaratan administrasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan yang rumit.
"Saya berharap semangat Hakteknas kali ini menyebar dan menggelora ke seluruh penjuru negeri dan menjadikan teknologi dan inovasi sebagai mainstream gerakan membangun karakter bangsa," ujar Menristekdikti.
"Saya mengimbau agar ke depan seluruh kekompakan iptek baik lembaga litbang, perguruan tinggi, industri, peneliti, dunia usaha dan masyarakat memiliki komitmen bersama untuk memajukan dan mengakselerasikan kapasitas ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi sebagai upaya kita untuk mewujudkan kemandirian dan daya saing anak bangsa," kata Menristekdikti pada puncak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-21 di Gelanggang Bung Karno, Stadion Manahan Solo, Rabu.
Ia mengatakan menguasai iptek adalah suatu keniscayaan untuk bisa bersaing dan sejajar dengan bangsa lain. Keyakinannya itu harus diikuti dengan langkah nyata berupa kebijakan, program, dan kegiatan untuk mendukung dan mengembangkan inovasi dalam suatu Sistem Inovasi Nasional maupun Sistem Inovasi Daerah.
"Saat ini kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kawasan ini menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi, di mana aliran barang, jasa, dan investasi bergerak bebas sesuai konvensi ASEAN," katanya.
Maka, menurut dia, keunggulan komparatif dan kompetitif sangat menentukan mampu tidaknya memenangkan persaingan antar negara ASEAN.
Kondisi saat ini menunjukkan daya saing Indonesia berdasarkan World Economic Forum (WEF) 2015-2016 berada di peringkat 37 dari 140 negara. Indonesia tertinggal dari Singapura yang berada di posisi dua, Malaysia di posisi 18, Thailand di posisi 32.
Menristekdikti mengatakan tiga dari 12 pilar yang menjadi indikator mengukur daya saing bangsa, terkait iptek dan pendidikan tinggi yang harus terus ditingkatkan yaitu pendidikan tinggi dan training, kesiapan teknologi, dan inovasi yang masing-masing berada di posisi 65, 85, dan 30.
Indonesia, lanjutnya, sudah masuk dalam tahapan "efficiency driven" yang diharapkan bisa masuk dalam kategori negara "innovation driven". Menurut dia, hal tersebut tidak mustahil bagi Indonesia karena prasyarat untuk menjadi negara dengan kekuatan besar dalam perekonomian dunia sudah dimiliki.
Kemristekdikti berupaya menginisiasi dan menelurkan kebijakan yang menjadi peta jalan penguatan inovasi nasional untuk meningkatkan tenaga terdidik, terampil dan berpendidikan tinggi, kualitas pendidikan tinggi dan lembaga litbang, sumber daya litbang dan mutu pendidikan tinggi, produktivitas penelitian dan pengembangan, serta meningkatkan inovasi bangsa.
Salah satu kebijakan yang sudah keluar adalah Permenkeu Nomor 106/PMK.2/2016 di mana penggunaan anggaran riset berorientasi kepada hasil akhir. Kebijakan ini, katanya, memungkinkan para peneliti lebih bergairah dan fokus melakukan aktivitas riset karena tidak dijejali dengan persyaratan administrasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan yang rumit.
"Saya berharap semangat Hakteknas kali ini menyebar dan menggelora ke seluruh penjuru negeri dan menjadikan teknologi dan inovasi sebagai mainstream gerakan membangun karakter bangsa," ujar Menristekdikti.
Editor: Heppy Ratna
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment