Bandung (ANTARA News) - Temuan Microgrid atau jaringan listrik lokal dengan media hidrogen karya tim Institut Pertanian Bogor (IPB) meraih juara kedua pada kompetisi Hydrogen Student Design Contest 2016 di Washington DC, Amerika Serikat.
"Tantangannya tim diminta merancang sebuah microgrid (jaringan lokal) yang mampu untuk mendukung pemenuhan energi sebuah kota atau pangkalan militer selama dua hari penuh dan juga mampu mendukung macrogrid (jaringan utama) selama terjadi beban puncak," kata Ketua Tim Mahasiswa IPB Aldilah Fazy, Kamis.
Tim itu menawarkan gagasan konsep microgrid (jaringan listrik lokal) dengan media hidrogen sebagai wadah penyimpanan energi listrik.
"Dengan adanya sistem microgrid bertenaga hidrogen itu diharapkan mampu sebagai back up ketika jaringan utama lumpuh disebabkan bencana alam, kerusakan alat, perang dan lain-lain," katanya.
Tim itu memilih merancang microgrid di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur dengan alasan daerah tersebut merupakan daerah strategis, yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.
"Harapannya dengan ketahanan energi yang baik disana dapat menunjang pertahanan negara agar terhindar dari penyelundupan, imigrasi ilegal, perdagangan manusia dan lainya terkait ketahanan dan pertahanan negara," kata Aldilah.
Menurut dia teknologi seperti ini sebenarnya sudah ada, namun kelebihan teknologi yang dikembangkan mahasiswa IPB tersebut kesanggupan menggabungkannya menjadi sebuah kesatuan sistem utuh yang memungkinkan untuk dibuat secara industri.
Kelebihan dari sistem hidrogen yang mereka kembangkan adalah penyimpanan hidrogen menggunakan salt cavern di bawah tanah. Metode itu dinilai cocok pada lokasi pulau Timor yg memiliki struktur batuan limestone.
Kompetisi yang digelar di AS itu diselenggarakan oleh Hydrogen Education Foundation atas dukungan Kementrian Energi Amerika Serikat. Kompetisi yang berjalan dari tahun 2004 ini mengajak untuk merancang industri yang berkaitan dengan hidrogen dengan metode yang layak dan paling baik ditinjau dari aspek teknis, aspek keamanan, aspek lingkungan dan aspek ekonomi.
"Harapannya pengembangan teknologi ini dapat dilanjutkan hingga dapat dikomersialisasikan karena pada negara-negara maju, pengembangan energi hidrogen sangat pesat, karena dianggap dapat menjadi energi masa depan yang bersih," katanya.
Menurut dia bila teknologi itu dapat dikembangkan sejak awal, maka Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara maju dalam pemenuhan energi yang bersih.
"Kami berharap akan diterbitkan pada jurnal internasional seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya menambahkan.
"Tantangannya tim diminta merancang sebuah microgrid (jaringan lokal) yang mampu untuk mendukung pemenuhan energi sebuah kota atau pangkalan militer selama dua hari penuh dan juga mampu mendukung macrogrid (jaringan utama) selama terjadi beban puncak," kata Ketua Tim Mahasiswa IPB Aldilah Fazy, Kamis.
Tim itu menawarkan gagasan konsep microgrid (jaringan listrik lokal) dengan media hidrogen sebagai wadah penyimpanan energi listrik.
"Dengan adanya sistem microgrid bertenaga hidrogen itu diharapkan mampu sebagai back up ketika jaringan utama lumpuh disebabkan bencana alam, kerusakan alat, perang dan lain-lain," katanya.
Tim itu memilih merancang microgrid di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur dengan alasan daerah tersebut merupakan daerah strategis, yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.
"Harapannya dengan ketahanan energi yang baik disana dapat menunjang pertahanan negara agar terhindar dari penyelundupan, imigrasi ilegal, perdagangan manusia dan lainya terkait ketahanan dan pertahanan negara," kata Aldilah.
Menurut dia teknologi seperti ini sebenarnya sudah ada, namun kelebihan teknologi yang dikembangkan mahasiswa IPB tersebut kesanggupan menggabungkannya menjadi sebuah kesatuan sistem utuh yang memungkinkan untuk dibuat secara industri.
Kelebihan dari sistem hidrogen yang mereka kembangkan adalah penyimpanan hidrogen menggunakan salt cavern di bawah tanah. Metode itu dinilai cocok pada lokasi pulau Timor yg memiliki struktur batuan limestone.
Kompetisi yang digelar di AS itu diselenggarakan oleh Hydrogen Education Foundation atas dukungan Kementrian Energi Amerika Serikat. Kompetisi yang berjalan dari tahun 2004 ini mengajak untuk merancang industri yang berkaitan dengan hidrogen dengan metode yang layak dan paling baik ditinjau dari aspek teknis, aspek keamanan, aspek lingkungan dan aspek ekonomi.
"Harapannya pengembangan teknologi ini dapat dilanjutkan hingga dapat dikomersialisasikan karena pada negara-negara maju, pengembangan energi hidrogen sangat pesat, karena dianggap dapat menjadi energi masa depan yang bersih," katanya.
Menurut dia bila teknologi itu dapat dikembangkan sejak awal, maka Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara maju dalam pemenuhan energi yang bersih.
"Kami berharap akan diterbitkan pada jurnal internasional seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya menambahkan.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment